468x60 Ads

Minggu, 20 Januari 2013

UPAYA INDONESIA DALAM MENGATASI ISU LINGKUNGAN HIDUP DI KAWASAN ASIA TENGGARA


1.1  Latar Belakang
Perubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang. Kita telah mengetahui sebabnya yaitu manusia yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi. Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar – Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.                                             
Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal didalamnya.    
Sebagai sebuah organisasi global berskala internasional, Greenpeace memusatkan perhatian kepada mempengaruhi kedua pihak yaitu masyarakat dan para pemegang keputusan atas bahaya dibalik penambangan dan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil.                                                                                                
Dalam laporan PBB dikatakan sebanyak 90 persen pemanasan global terjadi akibat perilaku manusia terutama telah membakar bahan bakar fosil — yang dikatakan menjadi penyebab utama adanya perubahan iklim yang berdampak kepada sistem iklim yang akan lebih banyak menyebabkan terjadinya gelombang panas, kemarau panjang dengan kekeringan, badai dan naiknya permukaan air laut.      
Selain dari hal tersebut pembangunan ekonomi yang telah menjadikan ASEAN sebagai salah satu kawasan ekonomi dengan kecepatan perkembangan yang meningkat, akan tetapi hal ini juga menimbulkan sisi negatif. Salah satu dampak dari perkembangan ekonomi adalah kerusakan lingkungan tanah, air, dan udara. Pada mulanya kerusakan lingkungan hanya terbatas pada tingkat domestik. Namun dalam waktu yang tidak lama kerusakan lingkungan mulai merambah kawasan wilayah dan juga mempengaruhi hubungan internasional di ASEAN. Saat ini seluruh masyarakat tidak lagi meragukan bahwa lingkungan merupakan suatu problem utama yang menjadikannya sebagai isu internasional. Dengan timbulnya permasalahan ini, menyebabkan konflik antar wilayah ASEAN. Ada beberapa kasus yang berdampak pada hubungan internasional di kawasan ASEAN, salah satunya adalah polusi asap.      Karena luasnya dampak lingkungan ini ASEAN sejak tahun 1995 membicarakan isu asap yang menciptakan gangguan kesehatan bagi penduduk ASEAN. Walaupun tidak mudah untuk mengatasi gangguan ini, ASEAN terus menyelenggarakan pertemuan untuk membahasnya. Tahun 2002 ASEAN akhirnya mengesahkan sebuah perjanjian yang mengatur pengelolahan asap tersebut. The ASEAN Agreement on Transboundary Haze Poluttionmengawasi dan mencegah polusi asap melalui berbagai bentuk kerjasama yang telah disepakati.[1]

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai permasalahan polusi asap di kawasan ASEAN maka dapat di paparkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
  • Apakah yang di maksud dengan perubahan iklim ?
  • Apakah yang di maksud dengan kabut asap ?
  • Apa dampak-dampak yang timbul akibat kabut asap terhadap perubahan iklim dan bagaimana penanggulangannya ?
  • Apa tindakan yang dilakukan Indonesia untuk menagani isu kabut asap ini?
1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah mengenai permasalahan polusi asap di kawasan ASEAN maka dapat di rumuskan beberapa tujuan, sebagai berikut :
  • Menjelaskan  pengertian perubahan iklim.
  • Menjelaskan pengertian mengenai kabut asap.
  • Memaparkan dampak-dampaknya terhadap perubahan iklim dan penanggulangannya.
  • Menjelaskan tindakan yang dilakukan Indonesia untuk menagani isu kabut asap.


1.4  Landasan Teori
Politik luar negeri dapat di katakan sebagai aksi dari suatu negara terhadap perubahan yang terjadi di dalam sistem internasional. Pengaruh lingkungan eksternal dan internal akan sangat mempengaruhi para pembuat keputusan
( decision maker ) untuk menentukan arah kebijakan politik luar negerinya, dengan tujuan yang hendak di capai.            
Untuk mencapai tujuan atau sasaran yang menjadi kepentingan nasional dari tiap negara, peranan power dan kemampuan yang di miliki suatu negara akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari politik luar negeri dalam memperjuangkan national interest. Hal tersebut, dalam definisi politik luar negeri menurut Couloumbois dan Wolfe, bahwa politik luar negeri merupakan sistematis dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas.1 Dalam melaksanakan politik luar negeri yang akan di jalankan, sekumpulan kebijakan yang di hasilkan di dalam politik luar negeri mencerminkan situasi domestik yang terefleksikan ke dalam politik luar negeri, seperti apa yang telah di kemukakan  oleh Lentner.
Secara garis besar, kepentingan nasional suatu negara terbagi dalam dua jenis kepentingan, yaitu2 :
  • Vital interests core ), kepentingan yang sangat bernilai tinggi sehingga suatu negara bersedia untuk berperang demi mendapatkannya.
  • Secondary interests, kepentingan yang juga penting tapi dalam pencapainnya lebih menggunakan cara-cara perundingan daripada perang.
Menurut Arnold Schwarzeneger, national interest merupakan salah satu faktor utama dalam hubungan internasional. Menurutnya kelompok-kelompok masyarakat
( negara ) dalam suatu sistem internasional akan melakukan apa yang mereka kuasai secara fisik lebih dari pada apa yang seharusnya mereka lakukan secara moral.
Namun demikian, power bukanlah sesuatu yang bersifat destruktif, liar dan statis, power merupakan perpaduan antara pengaruh persuasif dan dan kekuatan koersif. Power juga dapat di artikan sebagai fungsi dari jumlah penduduk, teritorial kapabilitas ekonomi, kekuatan militer, stabilitas politik dan kepiawaian diplomasi internasional.
National power suatu negara tidak saja mencakup kekuatan militer belaka melainkan pada tingkatan teknologi yang di kuasainya, sumber daya alam, bentuk kepemerintahan dan kepemimpinan politik secara ideologi,  power dapat pula di maknai sebagai kemampuan untuk menggerakan orang lain dengan ancaman ataupun kekerasan  perampasan hak-hak sedangkan pengaruh berarti kemampuan untuk hal-hal yang sama melalui janji-janji atau pun pemberian keuntungan ( konsesi ).    Dengan kata lain, Power merupakan kemampuan untuk memperoleh apa yang diinginkan untuk mencapai output politik luar negeri melalui kontrol terhadap lingkungan eksternal yang berubah. Menurut Rossenau, tujuan-tujuan yamg ingin di capai oleh sebuah negara di dalam pembuatan kebijakan luar negeri biasanya di bedakan pada dimensi waktunya dengan di pengaruhi oleh sasaran yang di lihat pada masa lalu dan aspirasi pada masa yang akan datang. Dimensi waktu di bedakan atas tujuan jangka pendek, jangka menegah, dan jangka panjang, umumnya jangka panjang kebijakan politik luar negeri suatu negara adalah tercapainya keamanan, perdamaian, kesejahteraan dan kekuasaan.                                                                                  
Sumber-sumber input utama kebijakan politik luar negeri menurut James N. Rossenau adalah sebagai berikut :
  • Sumber sistemik ( systemis source ), sumber yang berasal dari lingkungan eksternal. Sumber yang menjelaskan struktur hubungan antar negara-negara besar. Contohnya, pola hubungan antara negara-negara besar yang ikut ambil andil dalam struktur tersebut dan pembagian kapabilitas di antara mereka.
  • Sumber masyarakat ( societal source ), sumber yang berasl dari lingkungan internal yang mencakup faktor kebudayaan dan sejarah yang menjadi landasan nilai-nilai dalam masyarakat , faktor ekonomi, yang menjelaskan tingkat kesejahteraan, struktur sosial yang menggambarkan keharmonisan atau konflik, dan opini publik yang menjelaskan persepsi masyarakat terhadap dunia luar.
  • Sumber Ideosinkratik ( ideosyncratic source ), sumber internal dapat di lihat pada kepribadian aktor-aktor pembuat keputusan, termasuk pandangan nilai-nilai, pengalaman, bakat dan persepsinya terhadap lingkungan internasional dan tujuan nasionalnya yang ingin di capai.
Isu lingkungan dalam studi hubungan internasional mengemuka sejak tahun 1960-an, dimana degradasi lingkungan terjadi akibat dari pertumbuhan era industrialisasi. Dalam politik internasional faktor pendukung seperti geografi, demografi dan distribusi sumber daya alam menjadi bagian yang penting. Ekspansi bahan mentah dari negara maju ke negara berkembang di anggap sebagai faktor pendukung masalah tersebut. Aristoteles misalnya, yakin bahwa manusia dan lingkungannya adalah tidak terpisahkan, dan keduanya memberi dampak baik secara keadaan geografis maupun politik

PEMBAHASAN
1.1  Perubahan Iklim

Perubahan iklim global merupakan isu global yang banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat dunia saat ini, karena dampak yang di timbulkan akan mengancam kelangsungan hidup bumi dan isinya. Namun, seperti yang telah kita ketahui penyebab utama pengrusakan lingkungan di sebabkan oleh manusia itu sendiri.
Pemakaian bahan bakar dan hasil bumi lainnya yang tidak dapat di perbaharui secara terus-menerus merupakan faktor utama penyebab timbulnya perubahan iklim global. Selama bertahun-tahun manusia telah melepaskan karbondioksida ke lapisan atmosfir bumi yang menyebabkan menebalnya lapisan alami bumi kemudian terjadi pemanasan suhu di bumi yang di kenal sebagai perubahan iklim yang berdampak pada kerusakan ekosistem bumi dan penduduk yang ada di dalamnya, seperti ketidakstabilan sistem iklim yang mengakibatkan mencairnya es di Kutub.
Sebagian pemerhati lingkungan mempercayai bahwa, pengurangan emisi gas rumah kaca dan penghematan pemakaian hasil bumi yang tidak dapat di perbaharui secara sistematis dapat membantu upaya pencegahan terjadinya pemanasan global.
Sebagai upaya nyata, PBB sebagai organisasi tertinggi di dunia menghimbau masyarakat dan pemerintah masing-masing negara anggotanya termasuk ASEAN untuk mengurangi pengeksploitasian terhadap hasil bumi yang tidak dapat di perbaharui, seperti penambangan minyak bumi, batu bara, dll.
Untuk itulah kini, ASEAN dan juga masyarakatnya saling melakukan kerjasama dalam menagani permasalahan isu ini , mereka merasa perlu untuk menggalakan pelestarian alam sebagai upaya untuk meminimalisir dampak buruk dari perubahan iklim global yang salah satu penyebabnya dari polusi asap, karena beberapa negara yang menjadi anggota ASEAN sendiri merupakan  negara kepulauan di dunia yang akan sangat di rugikan apabila pemanasan global terjadi.
1.2 Kabut Asap
Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya, atau tercampurnya, polutan (unsur-unsur berbahaya) ke dalam lapisan udara atmosfer yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas udara. Umumnya, polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap tersebut berasal dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna, yang dihasilkan oleh mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Selain itu, gas dan asap tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai unsur penyusun bahan bakar, yaitu: CO2 (karbondioksida), CO (karbonmonoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx (nitrogen oksida).                              Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
  • Faktor internal  merupakan faktor yang berasal dari alam, seperti:
    • abu yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi,
    • gas-gas vulkanik,
    • debu yang beterbangan di udara akibat tiupan angin,
    • bau yang tidak enak akibat proses pembusukan sampah organik.
  • faktor eksternal merupakan faktor yang dihasilkan dari berbagai aktifitas manusia, seperti :
    • hasil pembakaran bahan-bahan fosil dari kendaraan bermotor,
    • bahan-bahan buangan dari kegiatan pabrik industri yang memakai zat kimia organik dan anorganik,
    • pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara,
    • pembakaran sampah rumah tangga, dan
    • pembakaran hutan.
Polusi asap berasal dari pembakaran hutan-hutan di Kalimantan dan Sumatra menciptakan ancaman keamanan penduduk di kawasan ASEAN.[2] Polusi asap yang terjadi pada tahun 1997 merupakan titik tertinggi kondisi terparahnya sehingga selama kurang lebih tujuh bulan asap menyelubungi langit Singapura, Malaysia, Thailand, Australia, Indonesia, dan Pihilipina. Polusi asap ini sangat membahayakan manusia karena menggangu kesehatan mata dan paru-paru.             
 Walaupun beberapa negara lainnya menghasilkan polusi sejenis juga, indonesia dikenal paling sering mengirimkan polusi asap lewat pembakaran hutan yang tidak terkontrol. Pembakaran ini dilakukan karena merupakan cara-cara tradisional untuk membersihkan hutan dari sisa-sisa penebangan liar (illegal loging).  Penebangan liar di Indonesia adalah masalah besar yang telah dihasilkan dalam supremasi hukum dan substansial untuk penerimaan negara. Dengan adanya permasalahan penebangan hutan ini memiliki dampak yang bisa dikatakan serius karena memiliki implikasi terhadap sosial dan ekonomi khususnya masyarakat miskin. Selain dari itu ancaman terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati juga sangat besar dengan sedikit keuntungan untuk jangka panjang bagi siapa pun kecuali dari orang-orang yang bertanggung jawab atas perampasan dan penyelundupan kayu dari satu negara ke negara lain.           
 Setelah dua tahun melakukan penyelidikan lebih lanjut oleh EIA(Environmental Investigation Agency) dan mitra LSM lokal, mengungkapkan tentang cara bagaimana melakukan kejahatan penebangan liar. Akhirnya pemerintah Indonesia bertindak akan melakukan beberapa tindakan politik untuk berurusan dengan situasi seperti ini.  Pada bulan April 2001, SK menteri yang dikeluarkan untuk menempatkan sementara moratorium di pemotongan dan perdagangan spesies terancam.  Keputusan dari Konvensi Perdagangan Internasional dalam Endangered Species (CITES) telah diberitahukan bahwa Indonesia telah menempatkan para Ramin pada Lampiran 111 dari CITES dengan kuota nol.  Dengan melakukan hal ini Pemerintah Indonesia meminta bantuan internasional dan kini menempatkan beberapa tanggung jawab untuk Ramin dalam pencurian kayu di negara-negara impor. Ini adalah satu-satunya instrumen internasional yang mengikat secara hukum, Pemerintah Indonesia  dapat menggunakan perlindungan hukum untuk membantu melindungi hutan di Tanjung Puting.      Dengan adanya bantuan internasional ini mempermudah kinerja pemerintah Indonesia untuk menangani permasalahan hutan. Selain dari itu pemerintah Indonesia juga bekerjasama dengan pemerintah Malaysia dalam permasalahan illegal logging dan polusi asap.                                              
1.3 Dampak Terhadap Perubahan Iklim dan Penanggulangannya.
 Pengaruh yang dirasakan dengan adanya kabut asap ini menyebabkan  timbulnya reaksi dari masyarakat sekitar. Tidak hanya keadaan masyarkat saja yang terganggu kesehataanya seperti terkena penyakit paru-paru dan juga gangguan penglihatan mata. Selain dari itu dampak panjangnya dari kabut asap ini akan merugikan suatu negara. Dilihat dari segi perekonomian suatu negara, jika kabut asap ini menggangu jadwal penerbangan akan mengakibtkan pembatalan sejumlah penerbangan yang ada dan akan mengakibatkan turunya jumlah wisatawan yang akan datang. Kabut asap juga akan mempengaruhi lingkungan udara di negara tersebut, manusia sangat mudah untuk menghirupnya secara sadar atau pun tidak udara yang dihirup oleh manusia akan berdampak buruk pada kondisi kesehatannya. Jika jumlah masyarakat yang terkena cukup besar akan memepengaruhi jumlah produktifitas dari perusahaan dan pabrik yang menggunakan sumber daya manusia ini.
Dampak terburuk dari kabut asap ini dapat memungkinkan hilangnya hubungan bilateral dari negara yang bersangkutan. Jika hal ini benar-benar terjadi akan menghambat keadaan domestik dari negara yang ”memeproduksi” kabut asap.
Oleh karena itu dibutuhkan penaganan yang cepat dan tepat tidak hanya oleh pemerintah saja tetapi juga dibutuhkan kerjasama dengan masyarakat dan NGO. Salah satu cara yang dilakukan oleh ASEAN antara lain melalui Perjanjian ASEAN tentang Pencemaran Kabut.Perjanjian ini merupakan daftar dari perjanjian internasional lingkungan.   Sebagian besar dari yang berikut ini adalah perjanjian yang mengikat secara hukum yang ditandatangani pada tahun 2002 antara semua negara-negara ASEAN untuk menagani permasalahan ini.
1.4 Tindakan Yang Dilakukan Indonesia Mengenai Permasalahan Kabut Asap
Bulan Juni 2006 di Palembang, Sumatra Selatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan dia lebih baik tidak ditanya mitra ASEAN soal merembesnya
kabut asap pada Pertemuan Puncak ASEAN di Filipina.[4] Presiden agaknya menunjukkan ketidaknyamanannya membahas asap dengan mitra ASEAN. Namun, Indonesia merupakan negara yang rawan terkena kebakaran hutan dan polusi asap yang tidak meratifikasi Perjanjian ASEAN tentang Asap Lintas Batas.Ahmad Farial, wakil ketua Komisi VII DPR RI, mengatakan parlemen masih menyosialisasikan Perjanjian itu ke daerah-daerah sebelum meratifikasinya.[5] ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution disetujui oleh 10 negara pada Juni 2002 dan mulai berlaku efektif pada November 2003 ketika enam negara meratifikasinya.[6] 10 Hingga Juli 2005, tujuh negara telah meratifikasinya (Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam dan Laos), namun tidak dengan negara paling penting, Indonesia. Begitu banyak perjanjian dan pertemuan yang diadakan oleh negara-negara di kawasan ini dalam rangka mengakhiri kebakaran hutan dan polusi asap.
            ASEAN Transboundary Haze Agreement pada Pasal 3 nomor 5 tentang Prinsip menegaskan bahwa “Pihak-pihak, dalam mengatasi polusi asap lintasbatas, harus melibatkan, sepantasnya, semua stakeholder, termasuk masyarakat lokal, kalangan LSM, petani dan perusahaan swasta.” Tak pelu dipertanyakan kalau kalangan LSM mendesak Pemerintah Indonesian untuk segera meratifikasi Perjanjian itu. Pemerintah dan parlemen seharusnya tidak mengulur-ulur waktu. Bagaimanapun, kebakaran hutan dan polusi hutan masih menghantui kawasan itu, yang tampaknya gagal menghentikan banyak praktek tebang-dan-bakar sejak 1997. Asap pada 1997 melewati kawasan ini diperkirakan merugikan hampir 10 miliar dolar AS untuk kerugian ekonomi saja, dan banyak lagi kerusakan dalam hal kesehatan manusia dan ketidaknyamanan. Kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran hutan di tahun-tahun mendatang jelas akan meningkat selagi tidak ada tindakan mendesak yang diambil. “Visi Riau untuk menjadi daerah bebas asap tahun ini, nol besar,” keluh Wan Abu Bakar, wakil gubernur Riau, menyalahkannya pada sedikitnya kesadaran masyarakat dan antisipasi lemah pada tingkat kabupaten dan kota serta pemilih lahan.[7]
Dapat dikatakan kepedulian bangsa Indonesia khususnya dalam menghadapi perubahan iklim yang terjadi saat ini sangat tinggi, banyak sekali hal-hal yang dilakukan pemerintah Indonesia. Misalnya,[8] wakil presiden Jusuf Kalla, pada 11 April 2007 meminta pemerintah Malaysia serius mengambil tindakan terhadap pelaku yang memasukkan kayu ilegal dari Indonesia untuk mengurangi permasalahan kabut asap. Pernyataan wakil presiden tersebut menanggapi kasus pembalakan liar di Kalimantan Barat yang baru-baru ini terungkap. Dari penyidikan yang dilakukan Mabes Polri, terungkap kayu ilegal tersebut dimasukkan  ke Malaysia. Wakil presiden menyatakan Indonesia meminta pertemuan bilateral untuk mengusut kasus tersebut dan Jusuf Kalla juga mengucapkan selamat atas kinerja Polri yang berhasil mengungkap ilegal loging yang terjadi.
Rapat paripurna DPR RI yang mengesahkan RUU tentang pengelolaan sampah menjadi undang-undang, pada April 2007 di Jakarta juga merupakan salah satu bukti keseriusan Indonesia dalam penanggulangan masalah perubahan iklim. Semakin bertambahnya jumlah penduduk yang berakibat bertambah pula jumlah sampah dan pandangan sebagian masyarakat Indonesia bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dapat di manfaatkan kembali menjadi latar belakang pengesahan undang-undang ini.
Pemerintah Indonesia tidak hanya aktif mengkampanyekan penanggulangan dampak perubahan iklim secara nasional namun pemerintah Indonesia juga turut andil di dalam kegiatan internasional, di antaranya pemerintah Indonesia melalui Departemen Kelautan dan Perikanan RI, siap menyelenggarakan Konferensi Laut Internasional pada 11-15 Mei 2009 mendatang, konferensi ini akan di selenggarakan di Manado, Sulawesi Utara. Presiden Yudhoyono sebagai wakil Indonesia dalam keanggotaan RI dalam Organisasi Se-Asia Tenggara, ASEAN, juga mau meratifikasi dan bersedia menjalankan piagam ASEAN pada 15 Desember 2008 lalu yang memiliki tiga dokumen penting yang diantaranya memuat pembangunan lingkungan secara berkelanjutan, terutama mengenai perubahan iklim.
Kesimpulan

            Dalam beberapa tahun belakangan ini, isu global dunia banyak memperhatikan isu lingkungan terutama pemanasan global dan kabut asap. Pemanasan global merupakan akibat dari meningkatnya temperatur rata-rata atmosfir, laut dan daratan yang di akibatkan penipisan lapisan ozon yang merupakan dampak dari pemakaian emisi gas rumah kaca secara terus-menerus yang dampak buruknya sudah dirasakan diberbagai wilayah didunia. Untuk wilayah Indonesia kapasitas polusi kabut asap sangat besar dan telah banyak mengancam kehidupan manusia khususnya di negara-negara sekitar teritori Indonesia, sehingga dalam masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat banyak memperhatikan kepada masalh ini, hal ini dikarenakan menyangkut nama baik Indonesia di dunia Internasional
            Untuk meminimalisir dampak buruk tersebut pemerintahan RI era SBY mengkampanyekan penanggulangan pemanasan global dan kabut asap dengan aktif menjalankan berbagai kerjasama dengan negara lain baik bilateral maupun multilateral, diantaranya dengan menjadi tuan rumah konferensi perubahan iklim PBB yang di adakan di Nusa Dua Bali, Indonesia pada tanggal 3-14 Desember 2007. konferensi ini sebagai lanjutan dari Protokol Kyoto yang diadakan di Jepang pada Desember 1997 untuk membahas pengurangan pemakaian emisi gas rumah kaca di dunia.
            Upaya pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah sukses menunjukan pada dunia internasional bahwa Indonesia sebagai negara yang berkembang mampu menjadi tuan rumah untuk konferensi tingkat tinggi dunia, sehingga meningkatkan pencitraan baik Indonesia yang sempat dianggap tidak aman karena adanya kasus terorisme yang sempat melanda Indonesia era kepemimpinan Presiden Megawati ( 2001-2004 ).
            Upaya tersebut juga telah banyak mempengaruhi perbaikan pembangunan pariwisata Indonesia yang sempat terpuruk, terutama di Bali yang sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia dan dapat menimbulkan rasa kepercayaan kembali pada negara tetangga dan negara lainnya untuk bekerjasama kembali dengan Indonesia yang akan perlahan mengangkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sebagai tuan rumah, Indonesia juga akan memperkenalkan budaya yang ada di Indonesia sebagai pengenalan kebudayaan Indonesia yang beragam.
Selain dari hal tersebut dengan adanya kerjasama yang dilakukan antar kawasan regional dan juga adanya perjanjian untuk menangani permasalahn kabut ini memebatu prosesnya lebih mudah, akan tetapi jika semua keadaan ini tidak dilajutkan dan tidak adanya kesadaran dari setiap masyarakat hasil yang dicapai tidak akan maksimal.
Keadaan yang baik akan memicu hubungan yang baik juga, terlebih lagi keadaan geografis kawasa ASEAN yang kebanyakan negaranya berdekatan sehingga bila terjadi suatu keadaan yang salah dampaknya akan tersa untuk semua.
Sumber:

 http://lkcircus.wordpress.com/




0 komentar:

Posting Komentar